POLITIK DALAM ISLAM


Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.

Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai:
1) Bersifat dan berlaku adil.
2) Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas.
3) Profesional.
4) Mempunyai visi yang jelas.
5) Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat.

Politik dalam Islam menjuruskan kegiatan umat kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syari'at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. Ia bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai syahksiyyah untuk menerajui dan melaksanakan undang-undang.

Asas-asas sistem politik Islam ialah: 

1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Tidak mungkin menjadi milik siapapun selain Allah dan tidak ada siapapun yang memiliki suatu bagian daripadanya. 

Firman Allah yang mafhumnya:
"Dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya." (Al Furqan: 2).
"Bagi-Nya segala puji di dunia dan di akhirat dan bagi-Nya segala penentuan (hukum) dan kepada-Nya kamu dikembalikan." (Al Qasas: 70).
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah." (Al An'am: 57). 

2. Risalah
Jalan kehidupan para rasul diiktiraf oleh Islam sebagai sunan al huda atau jalan-jalan hidayah. Jalan kehidupan mereka berlandaskan kepada segala wahyu yang diturunkan daripada Allah untuk diri mereka dan juga untuk umat-umat mereka. Para rasul sendiri yang menyampaikan hukum-hukum Allah dan syari'at-syari'at-Nya kepada manusia.

Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah saw. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-perintah Rasulullah saw dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah saw untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang tejadi diantara mereka.

Firman Allah yang mafhumnya:
"Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kamu, maka tinggalkanlah." (Al Hasyr: 7).
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah." (An Nisa': 64).
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang mukmin, akan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan yang telah mereka datangi, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali." (An Nisa': 115). 

3. Khalifah
Khalifah berarti perwakilan. Dengan pengertian ini, ia bermaksud bahwa kedudukan manusia di atas muka bumi ialah sebagai wakil Allah. Ini juga bermaksud bahwa diatas kekuasaan yang telah diamanahkan kepadanya oleh Allah, maka manusia dikehendaki melaksanakan undang-undang Allah dalam batas-batas yang ditetapkan.

Diatas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenarnya.

Firman Allah yang mafhumnya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi..." (Al Baqarah: 30).
"Kemudian kami jadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi sesudah mereka supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat." (Yunus: 14).

Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa teras utama pada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi rububiyyah dan uluhiyyah-Nya.

Seorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Oleh karena itu, khalifah sebagai asas ketiga dalam sistem politik Islam menuntut agar tugas tersebut dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut.
a. Mereka mestilah terdiri dari orang-orang yang benar-benar menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggung jawab yang terangkum di dalam pengertian khalifah.
b. Mereka tidak terdiri dari orang-orang zalim, fasiq, fajir, dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan oleh-Nya.
c. Mereka mestilah terdiri dari orang-orang yang berilmu, berakal sehat, memiliki kecerdasan, kearifan, serta kemampuan intelek dan fiskal.
d. Mereka mestilah terdiri dari orang-orang yang amanah sehingga dapat diberikan tanggung jawab kepada mereka dengan aman dan tanpa keraguan.


Facebook: Dari Kelas
Twitter: @darikelas

0 komentar:

Posting Komentar