HILANGNYA BERKAH ILMU DALAM KEHIDUPAN
Keberkahan hidup bisa hilang, antara lain karena hilangnya "lubb-inti" dan pesan terdalam pada setiap kejadian dan penciptaan. Selain itu, ia juga bisa hilang karena ilmu yang tidak tumbuh atas dasar rasa takut kepada Allah (khosyatullah). Mudharat ilmu yang berkembang semata karena informasi keilmuan sudah sejak azali diingatkan oleh Allah melalui para rasul dan nabi-Nya. Dalam berbagai kesempatan, Rasulullah saw selalu memberikan sentuhan khusus mengenai ilmu dan rasa takut ini. Ilmu butuh rasa takut agar dijauhkan dari sifat takabur dan keputus-asaan.
Bila ilmu berkembang dalam bentuknya sebagai informasi soal keilmuan belaka, pada tataran ini ia baru mampu bersifat ilmiah, belum amaliah. Padahal, ilmu sudah pasti tidak bebas nilai. Karena itu, selain sifatnya yang ilmiah, ilmu juga harus amaliah. "Ilmu tanpa amal, seperti pohon tanpa buah". Lebih dari itu, ilmu ilmiah-amaliah harus berlandaskan rasa takut kepada Allah SWT. Sebab, kini pohon tak didesain untuk berbuah, sekalipun bisa berbuah berkat perkembangan ilmu modern. Ilmu kloning tanpa rasa takut kepada Allah akan membuat tabiat hidup jungkir balik.
Ilmu statistik misalnya, berkembang pesat hingga tingkat paling mengagumkan. Ilmu ini antara lain mengajarkan kita memetakan struktur dan ragam kemiskinan sehingga kita dapat informasi penyebab dan jumlah orang miskin di Indonesia. Karena baru sampai pada tahapan ilmiah, statistik hanya mampu memindahkan jumlah orang miskin ke dalam angka dan kurva. Belum pada manfaatnya yang sejati, yakni mengentaskan kemiskinan. Rasulullah mengajarkan kita untuk memohon kepada Allah agar dijauhkan dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Kini banyak cabang ilmu berkembang. Karena ketiadaan rasa takut kepada Allah, beberapa diantaranya berkembang di luar kendali nilai-nilai kemanusiaan. Menguasai ilmu fisika, matematika, teknologi, astronomi, ekonomi, politik, dan ilmu hukum pada dasarnya amatlah penting untuk kehidupan. Tetapi, betapa ragam keilmuan ini telah jauh meninggalkan kemanusiaan yang sejati. Ilmu kalau semata untuk ilmu, hanya akan berwujud sebagai informasi tentang ilmu, tidak lebih.
Bahkan untuk kepentingan tertentu, sebuah ilmu tidak akan mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat. Ilmu penelitian dalam kasus tertentu, mungkin dapat membantu menjelaskan kepada para konsumen tentang suatu produk yang tidak layak konsumsi karena beberapa komposisinya mengandung zat berbahaya bagi kehidupan. Karena ketiadaan rasa takut kepada Allah, bisa jadi penguasaan dan keahlian meneliti seperti ini bukan semata tak berguna, melainkan justru bisa membinasakan umat manusia. Ilmu semacam ini telah tercabut keberkahannya secara signifikan dan menyebabkan hilangnya berkah kehidupan secara signifikan pula.
Agama sudah seringkali mengingatkan bahwa kehidupan akan berjalan penuh berkah kalau rasa takut kepada-Nya senantiasa mengalami proses updating. Sebab hanya rasa takut kepada Allah itulah yang mampu menjalani kehidupan tanpa rasa takut pada apapun.
"Barangsiapa yang takut kepada Allah, segala sesuatu akan takut kepadanya. Dan barangsiapa yang takut kepada selain Allah, ia akan takut kepada segala sesuatu." (Al-hadist).
Keyword mendatangkan keberkahan hidup, salah satunya amat bergantung pada seberapa takutkah kita kepada Allah SWT. Takut kepada Allah membutuhkan ilmu dan rahmat dari-Nya. Sebab hanya karena rahmat dari-Nya, kita akan dapat takut kepada-Nya dengan sebenar-benarnya. Ketinggian ilmu seseorang hanya akan membuatnya semakin jauh dari Allah jika ia tidak memperoleh hidayah dari Allah. Hidayah dapat kita peroleh karena rahmat alias kasih sayang Allah kepada kita. "Barangsiapa bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah hidayah kepadanya, ia akan bertambah jauh dari Allah."
Dengan rahmat Allah, para pemilik ilmu bisa berkesempatan menjadi kelompok yang takut kepada-Nya. Para pemilik ilmu yang tak memliki rasa takut kepada-Nya, Allah akan menghukumnya dengan kematian hati. Kematian hati adalah mencari dunia dengan amal akhirat. Betapa banyak kenyataan ini kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Betapa sering kita beramal akhirat, tetapi yang kita harap kenikmatan dunia.
Imam al-Ghazali dalam Mukhtashar Ihyaa' Ulumiddin, mengutip Al-Khalil bin Ahmad, menyatakan: "Ada empat macam golongan manusia. Pertama, yang tahu dan tahu bahwa dirinya tahu. Kelompok ini adalah orang-orang berilmu yang layak kita ikuti. Kedua, yang tahu tetapi tidak tahu bahwa dirinya tahu. Inilah sekelompok orang yang terlelap dalam tidurnya sehingga mereka perlu dibantu untuk bangun dan bangkit. Ketiga, yang tidak tahu dan tahu bahwa dirinya tidak tahu. Terhadap kelompok ini, maka ajarilah. Keempat, yang tidak tahu tetapi tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Terhadap kategori terakhir ini, kita harus waspada karena mereka tergolong orang yang bodoh tetapi tidak mau belajar."
Kini tergantung pada kita, mau masuk kelompok yang mana dari empat golongan tersebut. Satu hal yang pasti, ilmu bisa menjelma menjadi pisau bermata dua. Kalau disadari dan didasari rasa takut kepada Allah, ilmu akan mengantarkan kita makin dekat dengan Allah. Dekat kepada Allah adalah kunci lahirnya keberkahan hidup. "Sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan." (QS. Al-A'raaf [7]: 96). Ilmu tanpa khasyatullah akan membuat kebinasaan, seperti yang dialami ulama sekaliber Bal'am bin Baura', yang mati terkubur dalam kekufurannya. Wallahu A'lam.
Facebook: Dari Kelas
Twitter: @darikelas
0 komentar:
Posting Komentar