HUBUNGAN KEWENANGAN MASA ORDE LAMA BERDASARKAN UU NO. 1 TAHUN 1957
Kekuasaan kepala daerah diminimalkan yang dikedepankan adalah kekuasaan DPRD memiliki nuansa parlementer. Dengan demikian sebenarnya tidak sejalan dengan UUD 1945 yang mengantu asas Presidensil. Walaupun demikian penyimpangan ini mungkin karena masih dalam masa awal kemerdekaan.
Walaupun demikian UU No. 22 tahun 1948 tetap berlaku sampai keluarnya UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, meskipun pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda dengan pihak Indonesia yang diwakili oleh Drs. Moh. Hatta telah mengambil kesepakatan tentang pembentukan negara Indonesia serikat (RIS) dengan pemerintahan Belanda. Dan Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RIS kecuali Irian Jaya yang akan diserahkan kemudian, sikap mempertahankan Irian dan sikap mengalahnya pemerintah Indonesia atas kesepakatan menyangkut Irian Jaya inilah yang kemudian menjadi kemelut yang hingga kini tetap menjadi problem diantara sebagian masyarakat Irian Jaya dengan pemerintah Indonesia.
Walaupun demikian UU No. 22 tahun 1948 tetap berlaku sampai keluarnya UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, meskipun pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda dengan pihak Indonesia yang diwakili oleh Drs. Moh. Hatta telah mengambil kesepakatan tentang pembentukan negara Indonesia serikat (RIS) dengan pemerintahan Belanda. Dan Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RIS kecuali Irian Jaya yang akan diserahkan kemudian, sikap mempertahankan Irian dan sikap mengalahnya pemerintah Indonesia atas kesepakatan menyangkut Irian Jaya inilah yang kemudian menjadi kemelut yang hingga kini tetap menjadi problem diantara sebagian masyarakat Irian Jaya dengan pemerintah Indonesia.
Sejak tanggal 27 Desember 1949 dengan sendiirnya Indonesia berbentuk negara serikat, walaupun baru diumumkan lembaran negara oleh pemerintah RI pada tanggal 6 Februari 1950.
Pengaturan tentang pemerintahan daerah, diatur berdasarkan keberadaan negara-negara bagian yang untuk lebih jelasnya dapat dicermati dalam pasal 2 Konsultasi Republik Indonesia Serikat sebagai berikut:
Republik Indonesia Serikat menuju seluruh daerah Indonesia, yaitu daerah bersama.
- Negara RI dengan daerah menurut status quo seperti tersebut dalam persetujuan Renville tanggal 17 Januari tahun 1948:
Negara Indonesia Timur;
Negara Pasundan, termasuk distrik Federal Jakarta;
Negara Jawa Timur;
Negara Madura;
Negara Sumatera Timur dengan pengertian bahwa status quo asahan selatan dan labuhan batu berhubungan dengan negara Sumatera Timur tetap berlaku, negara Sumatera Selatan.
- Satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri:
Jawa Tengah;
Bangka;
Belitung;
Riau;
Kalimantan Barat (Daerah istimewa);
Dayak Besar;
Daerah Banjar;
Kalimantan Tenggara; dan
Kalimantan Timur.
- Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian
Menyangkut pemerintahan daerah, dalam kurun waktu 1950-1959, pemerintah tidak mengeluarkan satu UU yang mengatur tentang pemerintahhan daerah, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam pasal 131, 132 dan pasal 133 UUDS 1950. Dalam ketiga pasal tersebut ditegaskan antara lain:- Peraturan perundangan yang ada di daerah-daerah sebelumnya tetap berlaku sampai ada penggantinya.
- Pemerintah akan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah.
- Mempertegas kedudukan daerah-daerah Swapraja (bekas kerajaan yang pemerintahannya memiliki kekhususan).
Dengan demikian UU No. 22 Tahun 1948 yang hanya berlaku di wilayah republik Indonesia dinyatakan tetap berlaku, demikian pula UU No. 44 tahun 1950 yang berlaku di wilayah Indonesia timur juga tetap berlaku serta peraturan-peraturan peninggalan Belanda yang ada di daerah-daerah lainnya. UU No. 32 tahun 1956 tentang pertimbangan keuangan antara negara dengan daerah-daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri, yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1956. Dalam dictum mengingatnya UU No. 32 tahun 1956 ini, tercantum antara lain UU No. 22 tahun 1948, dan UU No. 44 tahun 1950. Dengan demikian sampai tahun 1956, pengaturan pemerintahan daerah masih berjalan sendiri-sendiri sesuai keadaan sebelumnya. Sampai dengan keluarnya UU No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintah daerah.
UU No. 1 tahun 1957 yang diundangkan pada tanggal 18 Januari tahun 1957 dengan tegas mencabut UU No. 22 tahun 1948, dan UU No. 44 tahun 1950. Walaupun demikian apabila dicermati UU No. 1 tahun 1957 tidak memiliki perbedaan yang berarti dengan UU No. 22 tahun 1948, dalam banyak hal seperti yang menyangkut pemerintahan daerah tetap sama, kecuali aturan mengenai tingkatan daerah, kalau dalam UU No. 22 tahun 1948 daerah dibagi atas daerah propinsi, daerah kabupaten (kota besar) dan desa (kota kecil). Dalam UU No. 1 tahun 1957, pembagiannya dipertegas dengan sebutan daerah propinsi (Dati I), daerah kabupaten (Dati II), dan daerah tingkat ke III.
Dengan demikian pelaksanaan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah pada orde lama, agak sukar untuk mengadakan penilaian secara umum, akan tetapi melihat beberapa muatan UU yang pernah berlaku, maka dapat disimpulkan bahwa pada masa orde lama utamanya pada saat UU No. 1 tahun 1945, dan UU No. 22 tahun 1948 dan UU No. 1 tahun 1957 daerah-daerah masih diberi keleluasaan yang besar untuk berotonomi, akan tetapi pasca Dekrit Presiden 5 Juli tahun 1959 pemerintahan daerah telah bernuansa sangat sentralisasi.
Artikel ini dapat dicopy-paste atau disebarluaskan. Namun, selalu cantumkan http://darikelas.blogspot.com/ sebagai sumber artikel.
Jadilah seorang pembaca yang baik dengan memberi komentar setelah membaca artikel ini. Kontribusi Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan blog ini.
Terima kasih telah berkunjung ke Dari Kelas.
0 komentar:
Posting Komentar