PEMIMPIN SEBAGAI PERENCANA PEMBANGUNAN YANG BAIK


Berkaca pada perencanaan pembangunan yang ditugaskan kepada pemimpin-pemimpin sebelumnya, pemimpin-pemimpin Indonesia masih belum dapat menyelesaikan tugasnya dengan benar. Banyak pembangunan yang ‘mandek’ seperti pembangunan monorail di Jakarta yang telah menjadi tugas turun menurun dari pemimpin satu ke pemimpin setelahnya. Hal ini dikarenakan perencanaan dianggap sebagai formalitas dalam mekanisme proses perencanaan pembangunan yang dilakukan secara bottom-up ataupun top-down serta masih lemahnya inovasi yang memungkinkan perencana untuk memilih alternative yang dipandang lebih baik bagi untuk masyarakat. Sebagai seorang pemimpin, sudah menjadi tugas wajibnya untuk merencanakan pembangunan yang menjadi prioritas untuk melaksanakan suatu program dan kegiatan, selain itu juga program dan kegiatan harus memiliki manfaat bagi bangsanya. Perencanaan pembangunan harus dijalankan sesuai dengan prosedur yang berlaku tanpa melanggar hak bangsanya dan menggunakan dana yang telah disediakan dengan sebaik-baiknya.

Perencanaan pembangunan dilakukan melalui empat proses, yaitu:

  1. Proses politik, perencanaan pembangunan dilakukan berdasarkan visi misi kepala daerah yang dihasilkan melalui proses politik atau public choice theory of planning. Visi dan misi ini biasanya disampaikan dalam kampanye ketika kepala daerah masih menjadi calon kepala daerah dan disusun ke dalam RPJMD.
  2. Proses teknokratik yaitu perencanaan pembangunan seharusnya dilakukan oleh seseorang yang memiliki skills di bidang pembangunan dan haruslah seseorang yang profesional, atau perencanaan pembangunan dapat juga dilakukan oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan. Kebanyakan pembangunan dilakukan bertentangan dengan tujuan sasaran awal pembangunan. Pemimpin menganggap pembangunan adalah suatu proyek untuk memperkaya diri sehingga banyak infrastruktur dan fasilitas baru yang cepat rusak dan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
  3. Proses partisipatif, dalam perencanaan pembangunan, hendaknya pemimpin melibatkan masyarakat atau stakeholders. Hal ini diperlukan karena menyangkut daerah dimana masyarakat berada dan perencanaan wilayah yang disusun dengan melibatkan masyarakat secara perwakilan. Dan perencanaan pembangunan disusun melalui mekanisme perwakilan, sesuai dengan institusi yang sah (legal-formal), seperti parlemen. Kebanyakan tidak demikian, pemimpin terdahulu menyalahgunakan haknya dengan menjual tanah milik masyarakat untuk dibangun perusahaan atau tempat-tempat hedonisme lainnya tanpa adanya pergantian tanah untuk masyarakat yang telah kehilangan tanahnya.
  4. Proses Bottom-Up dan Top-Down merupakan perencanaan yang prosesnya dari bawah-ke atas dan dari atas-ke bawah sesuai dengan hierarki yang ada di pemerintahan. Artinya Proses ini merupakan pendekatan yang hasilnya diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.


Artikel ini dapat dicopy-paste atau disebarluaskan. Namun, selalu cantumkan http://darikelas.blogspot.com/ sebagai sumber artikel.
  
Jadilah seorang pembaca yang baik dengan memberi komentar setelah membaca artikel ini. Kontribusi Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan blog ini.

Terima kasih telah berkunjung ke Dari Kelas.

Twitter: @darikelas
Facebook: Dari Kelas

0 komentar:

Posting Komentar