CABANG DAN ALIRAN FILSAFAT
Ada berbagai cara untuk membagi
filsafat menjadi cabang-cabang yang memiliki obyek kajian khusus. Kita dapat
menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari ontologi,
epistemologi dan axiologi. Kita juga bisa menemukan pembagian filsafat berdasarkan
obyek kajian dengan cabang-cabang di antaranya filsafat alam, filsafat
matematika, filsafat ilmu, filsafat sejarah, filsafat ketuhanan, filsafat
bahasa, filsafat agama dan filsafat politik.
Di sini kita akan fokus pada
pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahannya. Seperti yang sudah
disebut, filsafat secara sistematis
terbagi menjadi 3 bagian besar:
1) Ontologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji tentang ‘ada’ (being) atau
tentang apa yang nyata;
2) Epistemologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji hakikat
dan ruang lingkup pengetahuan; dan
3) Axiologi yaitu bidang filsafat
yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang seharusnya dilakukan
manusia.
Ontologi
Istilah ontologi
berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu onta yang berarti ‘ada’ dan logia yang berarti ‘ilmu’, ‘kajian’, ‘prinsip’ atau ‘aturan’. Ontologi secara umum didefinisikan
sebagai studi filosofis tentang
hakikat ada (being), eksistensi, atau
realitas, serta kategori dasar keberadaan dan hubungan mereka. Ontologi secara
tradisional dianggap sebagai cabang utama filsafat. Tetapi belakangan, banyak
filsuf modern dan pascamodern yang mengabaikan ontologi dan tidak memiliki
pemikiran ontologis, atau menganggap ontologi bukan bagian penting dari
filsafat. Meskipun demikian, masih banyak filsuf yang masih menganggap penting
ontologi.
Sebagai bidang kajian filsafat tentang ‘ada’, ontologi dalam arti umum dibagi dua menjadi dua subbidang, yaitu ontologi (dalam arti khusus) dan metafisika. Ontologi dalam arti khusus mengkaji ‘ada’ yang keberadaannya tidak disangsikan lagi.
Dalam ontologi kita berfilsafat tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi
secara fisik dan tertangkap oleh indra. Sedangkan metafisika mengkaji ‘ada’
yang masih disangsikan kehadirannya.
Kata
metafisika berasal dari kata tameta dan
taphysika. Tameta berarti di balik atau dibelakang. Taphysika berarti sesuatu yang bersifat fisikal, dapat ditangkap
bentuknya oleh indra. Berdasarkan asal katanya itu, metafisika diartikan
sebagai “kenyataan di balik fisika” atau “kenyataan yang bentuknya tak
terjangkau oleh indra”. Metafisika berhubungan dengan obyek-obyek yang
tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melampaui sesuatu yang
bersifat fisik. Secara fisik ‘ada’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang
dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.
Dalam
perkembangannya, pengertian metafisika bergeser menjadi suatu cabang filsafat
yang mengkaji hal-hal (being) yang masih disangsikan kehadirannya.
Metafisika berhubungan dengan objek-objek yang tidak dapat dijangkau secara
inderawi karena objek itu melampaui sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik
‘hal’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap ada, misalnya jiwa,
ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya. Dapat dikatakan pula bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang
mengkaji realitas yang supra-inderawi dibalik gejala-gejala fisik.
Beberapa
ahli filsafat memberi pengertian yang berbeda-beda terhadap metafisika. Salah
satunya Whiteley (1977) yang mendefinisikan metafisika sebagai “The theory of the nature of the universe as
a whole, and of those general prinsiples which are true of everything that
exist.” Menurutnya metafisika
adalah teori tentang sifat-sifat alamiah keberadaan dunia sebagai suatu
keseluruhan, dan teori yang merupakan prinsip umum itu dapat menjelaskan secara
benar segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji
teori-teori tentang sumber-sumber, hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Oleh
karenanya kajian ini masuk juga dalam ruang lingkup epistemologi. Pertanyaan epistemologis yang hendak dijawab di sini adalah bagaimana
proses perolehan pengetahuan pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat
mengetahui. Dalam epistemologi terdapat empat cabang
yang lebih kecil (1) epistemologi dalam arti sempit; (2) filsafat ilmu; (3)
metodologi; dan (4) logika.
Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat
yang mengkaji hakikat pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok,
yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan,
dan 4) batas-batas pengetahuan. Pengetahuan di sini adalah pengetahuan umum
atau pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau pengetahuan yang berguna
bagi manusia secara praktis (eksistensial pragmatis).
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara-cara
memperoleh ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan yang dikaji berbeda
dengan pengetahuan pada epistemologi dalam arti sempit. Dalam filsafat ilmu
pengetahuan, yang menjadi obyek adalah pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan
(science). Berbeda dengan pengetahuan sehari-hari (knowledge), pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang sistematis, diperoleh dengan menggunakan
metode-metode tertentu, logis dan teruji kebenarannya.
Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara-cara
dan metode-metode ilmu pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis,
logis, sahih (valid), dan teruji. Di sini cara dan metode ilmu pengetahuan
dikaji sejauh mana kesahihannya dalam kegiatan menemukan ilmu pengetahuan. Di
dalamnya termasuk juga kritik dan upaya pengujian keabsahan cara kerja dan
metode ilmu pengetahuan. Selain mengkaji cara-cara dan metode-metode yang sudah
ada, dalam metodologi dikaji pula kemungkinan-kemungkinan cara dan metode baru.
Seperti yang sudah disinggung terdahulu, logika adalah
kajian filsafat yang mempelajari teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang
tepat. Yang menjadi satuan penalaran dalam logika adalah argumen yang merupakan
ungkapan dari putusan (judgment). Penalaran berlangsung lewat
argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari premis ke
kesimpulan lewat proses penyimpulan (inference). Logika berkaitan dengan
filsafat ilmu dan metodologi ilmu. Proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan
(afirmasi) atau menyangkal (negasi) sesuatu yang dapat diujicoba, di dalamnya
termasuk bahasa kognitif. Proposisi terdiri dari pokok yang dibicarakan
(subyek), apa yang disangkal atau diiyakan (predikat), dan hubungan yang
sifatnya menyatukan atau memisahkan (kopula). Secara umum ada dua jenis
argumen: 1) induktif dan 2) deduktif. Argumen
induktif bergerak dari premis-premis khusus ke kesimpulan atau premis umum.
Argumen deduktif bertolak dari premis umum ke premis atau kesimpulam khusus.
Penilaiannya adalah valid atau invalid. Induksi menghasilkan pengetahuan yang
tidak niscaya, melainkan boleh jadi. Kadar kebolehjadiannya dapat diukur lewat
statistik dengan penilaian kuat atau lemah.
Axiologi
Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba
menjawab pertanyaan “Apa yang dilakukan manusia dan apa yang seharusnya
dilakukan manusia?” Di sini yang dibicarakan adalah nilai-nilai (kata axiologi
sendiri dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang menjadi sumbu perilaku
penghayatan dan pengamalan manusia). Axiologi mengkaji pengalaman dan
penghayatan dari perilaku-perilaku manusia. Di dalamnya dibahas tentang nilai
apa yang berkaitan dengan kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Selain itu
juga dibicarakan tentang nilai rasa manusia yang dikaitkan dengan
keindahan. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika dan
estetika.
Etika
adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan
dan apakah itu perilaku baik. Cabang ini meliputi apa dan bagaimana hidup yang
baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik
dalam hidup. Kata etika menunjuk dua hal. Pertama: disiplin ilmu yang
mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua: pokok permasalahan disiplin
ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup manusia yang sesungguhnya dan
hukum-hukum tingkah laku manusia. Dalam etika kita juga mempelajari moralitas
dan alasan-alasan yang lebih abstrak mengapa manusia berbuat dan tidak berbuat
sesuatu.. Etika bukanlah sekedar kumpulan perintah dan larangan (‘harus’ dan
‘jangan’) tetapi merupakan satu sistem nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
terpadu secara teratur untuk mencapai masyarakat yang berbudaya dan hidup
bahagia. Estetika mengkaji pengalaman dan penghayatan manusia dalam menanggapi
apakah sesuatu itu indah atau tidak. Jadi estetika membahas soal-soal keindahan
yang dipersepsi oleh manusia.
Pada dasarnya, pembahasan tentang nilai menyangkut
banyak cabang pengetahuan yang berkaitan atau bersangkutan dengan masalah nilai
yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika, agama, dan epistemologi. Dari
lima cabang ilmu tersebut, ada tiga nilai yang berbeda namanya, tetapi mempunyai
persamaan dalam penafsiran. Etika berkaitan dengan masalah kebaikan;
epistemologi dengan masalah kebenaran; dan estetika dengan masalah keindahan.
Kebaikan, kebenaran, dan keindahan merupakan tiga serangkai yang bertalian dan
saling melengkapi. Dari sudut pandang filsafat, baik, benar, dan indah
membentuk kesatuan makna.
Kattsoff
(2004:324) berpendapat bahwa istilah “nilai” mempunyai bermacam makna, yakni
mengandung nilai (artinya, berguna); merupakan nilai (artinya,
‘baik’ atau ‘benar’ atau ‘indah’); mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau
mempunyai sikap nilai tertentu); dan memberi nilai (artinya, menanggapi
sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu).
Pembicaraan tentang nilai mempunyai spektrum atau jangkauan yang sangat luas.
Penjelasan Kattsoff tentang cara penggunaan kata nilai dapat kita jadikan pedoman dalam pemakaiannya. Menurut
Kattsoff, sesuatu benda atau perbuatan dapat mempunyai nilai, dan karena itu
dapat dinilai. Hal-hal tersebut di bawah ini dapat mempunyai nilai karena mengandung nilai atau menggambarkan suatu nilai.
Suatu pernyataan mengandung nilai kebenaran, dan karena itu bernilai sebagai pemberitahuan. Suatu lukisan mempunyai
nilai keindahan, dan karena itu
bernilai bagi mereka yang menghargai seni. Seorang ilmuan memberi nilai kepada
pernyataan-pernyataan yang benar, dan pencinta keindahan memberi nilai
kepada karya-karya seni.
Aliran Filsafat
Pemahaman terhadap
filsafat dapat juga dilakukan melalui pemahaman terhadap tokoh-tokoh dan
aliran-alirannya. Seorang filsuf biasanya terfokus pada satu atau dua wilayah
sistematika saja. Hanya Immanuel Kant yang menjelajahi ketiga wilayah sistematika
filsafat secara lengkap lewat tiga bukunya: Critic
of Pure Reason, Critic of Practical Reason, dan Critic of Judgement. F.W. Nietzsche,
seorang filsuf Jerman, hanya menelaah wilayah epistemologi, metafisika,
estetika dan etika. Filsuf-filsuf lain yang cukup terkenal dan berpengaruh di
antaranya Rene Descartes, David Hume, F.G.W. Hegel, Edmund Husserl, Karl Marx
dan Bertrand Russell.
Dalam
perkembangan filsafat, berbagai aliran, berbagai isme bermunculan. Berikut
adalah beberapa aliran yang cukup berpengaruh dalam sejarah perkembangan
filsafat:
a.
Rasionalisme: aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua
pengetahuan bersumber dari akal (rasio), ditegaskan di sini bahwa akal yang
mampu mendapatkan pengetahuan secara jernih (clear) dan lugas/terpilah (distinct)
tentang realitas.
b.
Empirisme: aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai
sumber pengetahuan.
c.
Kritisisme: aliran filsafat yang dibangun oleh filsuf besar: Imanuel
Kant. Aliran ini pada dasarnya adalah kritik terhadap rasionalisme dan
empirisme yang dianggap terlalu ekstrem dalam mengkaji pengetahuan manusia.
Akal menerima bahan-bahan yang belum tertata dari pengalaman empirik, lalu
mengatur dan menertibkannya dalam kategori-kategori.
d.
Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah
proses-proses mental ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif.
Materi tidak memiki kedudukan yang independen melainkan hanya merupakan
materialisasi dari pikiran manusia.
e.
Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya
dijelaskan secara mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda
mati. Manusia memiliki kehendak yang mampu mengubah keadaannya yang statis
menjadi lebih dinamis.
Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan
(gejala-gejala) dan memandang gejala dan kesadaran selalu saling terkait.
Artikel ini dapat dicopy-paste atau disebarluaskan. Namun, selalu cantumkan http://darikelas.blogspot.com/ sebagai sumber artikel.
Jadilah seorang pembaca yang baik dengan memberi komentar setelah membaca artikel ini. Kontribusi Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan blog ini.
Like Facebook Page dan Follow Twitter-nya ya.
0 komentar:
Posting Komentar