PENALARAN DALAM DASAR-DASAR LOGIKA


Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan. Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah argumentasi.
 
Dalam pasal ini akan diuraikan dua jenis penalaran, syarat penalaran yang benar, dan kesalahan dalam penalaran. Sebelum itu, penyimpulan langsung dan prinsip-prinsip logika yang mendasari penalaran akan dijelaskan terlebih dahulu.


PENYIMPULAN LANGSUNG

Fungsi akal manusia adalah mencapai kebenaran.  Proses pencapaian kebenaran dimulai dari pengenalan terhadap gejala dan pembentukan ide itu sendiri. Tetapi kebenaran tidak terdapat dalam Ide. Kebenaran terdapat dalam putusan (judgement). Kalau putusan kita sesuai dengan kenyataan, maka kita mencapai kebenaran objektif. Atas dasar kebenaran-kebenaran semacam inilah pengetahuan mengalami kemajuan.
 
Kebenaran pertama-tama dapat dicapai melalui penyimpulan langsung (immediate inference), yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Prinsip-prinsip logika terdiri atas prinsip identitas, prinsip kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah (excluded middle). Prinsip identitas menyatakan bahwa X = X; artinya, sesuatu adalah sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa jika X = X maka tidak mungkin X tidak sama dengan X; artinya, sesuatu adalah dirinya sendiri, tidak mungkin sesuatu itu sekaligus bukan dirinya sendiri. Prinsip tanpa nilai tengah menyatakan bahwa untuk proposisi apa pun, proposisi itu hanya dapat benar atau salah; tidak mungkin diperoleh sebuah proposisi yang benar sekaligus salah, atau setengah salah atau setengah benar. 

Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera, umpamanya memberikan putusan bahwa mawar berwarna merah (putusannya: mawar merah), hari sedang hujan, matahari bersinar, atau saat ini pagi hari. Penyimpulan langsung menghasilkan pengetahuan dasar bagi manusia. Pengalaman empirik yang menjadi sumber pengetahuan itu. Akan tetapi penyimpulan langsung tidak membawa kita beranjak jauh dari informasi-informasi asal sehingga tidak dapat menambah pengetahuan lebih banyak lagi. Kita perlu mengetahui kebenaran-kebenaran dari berbagai hal yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung maupun pembuktian melalui panca indera, seperti contoh-contoh berikut. Apakah matahari mengelilingi bumi atau bumi mengelilingi matahari? Apakah jiwa manusia berbeda dengan jiwa binatang? Apakah matahari itu jauh atau dekat? Apakah bulan besar atau kecil?  Benarkah jiwa itu kekal?


PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG
 
Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar tentang hal-hal yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan langsung atau indera, kita perlu membandingkan ide-ide. Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tak langsung. Putusan yang dihasilkan bukan hasil dari pengenalan langsung terhadap gejala, melainkan hasil dari mempertemukan dua ide yang diperbandingkan dengan perantaraan ide ketiga yang sudah diketahui sebelumnya.

Di atas (pasal 4.1) telah kita bahas cara membenarkan atau mengingkari suatu ide atas dasar satu ide yang lain (negasi, oposisi dari proposisi, dan lain-lain).  Tetapi dalam kenyataannya kita tidak selalu dapat membuat putusan hanya berdasarkan dua ide (kita dalam keadaan ragu).  Untuk itu diperlukan ide ketiga. Proses membandingkan dua ide dengan melibatkan ide ketiga untuk menghubungkan dua ide itulah yang disebut penalaran. Dengan kata lain, penalaran adalah penyimpulan tak langsung atau penyimpulan dengan menggunakan perantara (mediate inference).           
Berdasarkan prinsip identitas kita dapat menyimpulkan bahwa
       Jika ide 1  =   ide 3,  dan
       ide 2  =   ide 3,  maka
       ide 2  =   ide  1.

     Berdasarkan prinsip kontradiksi kita dapat menyimpulkan bahwa
Jika ide 1     ide 3,  dan
ide 2   =  ide 3,  maka
ide 1     ide  2.

Kedua prinsip dan turunannya yang menjadi dasar-dasar dari penalaran.


DUA JENIS PENALARAN

Ada dua jenis penaralan, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran induktif. Kedua jenis penalaran ini diperlukan dalam proses pencapaian kebenaran. Pemanfaatan keduanya telah menghasilkan pengetahuan yang berguna bagi manusia dan membawa peradaban manusia menjadi semaju yang kita saksikan saat ini.

Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus yang tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu. Umpamanya, kita meragukan apakah putri malu mempunyai indera atau tidak.  Tetapi ilmu pengetahuan sudah menetapkan dalil bahwa hakikat suatu tanaman adalah tidak berindera. Maka kita dapat melakukan inferensi berikut.
Semua tanaman tak berindera.
Puteri malu adalah tanaman.
Jadi:  Puteri malu tak berindera.

Kita juga dapat mulai dengan proposisi hipotetis, misalnya:
Penjahat itu sehat atau gila.
Ia sehat.
Jadi:  Ia tidak gila.

Penyimpulan melalui deduksi disebut juga silogisme.

Induksi adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil, atau prinsip umum dari kasus-kasus khusus (individual).
Contoh:
Air, di mana pun, di muka bumi  atau di laut, pada tingkat permukaan laut akan membeku pada nol derajat Celcius.
Tetapi air di mana pun adalah air belaka.
Jadi:  Semua air pada tingkat permukaan laut membeku pada nol derajat Celcius.


KESALAHAN PENYIMPULAN
 
Manusia tidak jarang memperoleh pengetahuan yang tidak benar karena adanya kesalahan dalam proses penyimpulan. Kesalahan penyimpulan digolongkan atas dua, yakni kesalahan material dan kesalahan formal. Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Mari kita lihat contoh berikut. Berdasarkan pengamatan orang melihat setiap hari matahari tampak bergerak dari timur ke barat, dulu orang menyimpulkan bahwa matahari mengelilingi bumi. Lalu kesimpulan ini digunakan untuk menjelaskan susunan alam semesta. Oleh karena putusan (kesimpulan) yang digunakan untuk menjelaskan susunan alam semesta salah, maka penjelasan tentang alam semesta pun salah.

Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten. Sebagai contoh, untuk menjelaskan perilaku korupsi digunakan penalaran berikut ini yang merupakan penalaran sirkular.
Tanya: Mengapa petugas hukum dapat disogok?
Jawab: Karena gaji mereka kecil.
Tanya: Mengapa gaji petugas hukum kecil?
Jawab: Karena ekonomi tidak tumbuh secara baik.
Tanya: Mengapa ekonomi tidak tumbuh secara baik?
Jawab: Karena hukum tidak berjalan dengan baik.
Tanya: Mengapa hukum tidak berjalan dengan baik?
Jawab: Karena petugas hukum dapat disogok.
           
Kesalahan penalaran ini muncul dalam beragam bentuk. Bentuk-bentuk kesalahan penyimpulan dan penalaran akan dibahas di pasal 8.


ARGUMENTASI

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, ungkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan tak langsung adalah argumentasi. Di dalam argumentasi terkandung term yang merupakan ungkapan verbal dari ide dan proposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan.

Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden. Subjek (S) dan Predikat (P) dari kesimpulan masing-masing disebut ekstrem minor dan ekstrem mayor yang cakupannya lebih luas dari subjek. Ungkapan dari ide ketiga yang menghubungkan ide pertama dan ide kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut term tengah (middle term, disingkat M). Premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor. Premis yang mengandung term minor disebut premis minor. Ketentuan ini baku, terlepas dari posisi premis-premis itu dalam argumentasi. Perhatikan contoh berikut.

(1)   Premis mayor:  Semua hewan  (M) adalah mahluk (P).
Premis Minor:  Semua belut  (S) adalah hewan  (M).
Ergo              :  Semua belut  (S)  adalah mahluk (P).

(2)   Premis Minor:  Semua besi  (S) adalah logam (M).
Premis Mayor:  Semua logam  (M) adalah unorganik  (P).
Ergo             :  Semua besi  (S) adalah unorganik  (P).

Term tengah (M) harus muncul di premis mayor maupun premis minor sebagai perbandingan, tetapi tidak boleh muncul dalam kesimpulan.
 
Ada  dua  macam  argumentasi yang umum digunakan dalam logika, yaitu silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah argumentasi yang menggunakan proposisi kategoris yang oleh Aristoteles disebut analitika. Silogisme hipotetis adalah argumentasi yang menggunakan proposisi hipotetis (silogisme hipotetis) yang oleh Aristoteles disebut dialektika.


Artikel ini dapat dicopy-paste atau disebarluaskan. Namun, selalu cantumkan http://darikelas.blogspot.com/ sebagai sumber artikel.
  
Jadilah seorang pembaca yang baik dengan memberi komentar setelah membaca artikel ini. Kontribusi Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan blog ini.

Terima kasih telah berkunjung ke Dari Kelas.
 
Like Facebook Page dan Follow Twitter-nya ya.
Twitter: @darikelas
Facebook: Dari Kelas

0 komentar:

Posting Komentar