EMPAT JENIS PERNYATAAN ETIKA


Pengkajian terhadap permasalahan etis pada dasarnya bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut:  Ketika seseorang mengatakan "pembunuhan itu tidak baik" apa yang dimaksudkannya sesungguhnya? Pertanyaan ini adalah pertanyaan sederhana, tetapi hal ini adalah cara yang sangat berguna untuk mendapatkan gagasan yang jelas tentang apa yang terjadi ketika orang berbicara tentang isu-isu etis.
Kita bisa melihat ketika orang mengucapkan pernyataan "pembunuhan itu tidak baik", orang merujuk pada hal yang berbeda. Perbedaan ini memberikan pendekatan yang berbeda pula untuk melihat persoalan etis (Johnson dan Reath, 2011, 472). Kita dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda ketika Anda mengatakan 'pembunuhan adalah tidak baik' dengan menulis ulang pernyataan tersebut untuk menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud oleh Anda sebagai berikut:
1.    Saya mungkin bermaksud membuat pernyataan tentang fakta etis, seperti "pembunuhan itu adalah salah". Hal ini adalah realisme moral. Realisme moral didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan objektif terkait masalah etis di alam semesta. Pernyataan etis dinilai memberikan informasi faktual tentang kebenaran.
2.    Saya mungkin bermaksud hendak menyatakan tentang perasaan saya sendiri seperti, "saya tidak menyetujui pembunuhan". Hal ini adalah subjektivisme. Subjektivisme mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang. Di sini, pernyataan etis tidak mengandung kebe­nar­an faktual tentang kebaikan atau keburukan. Artinya, Jika seseorang meng­ata­kan sesuatu itu baik atau buruk,  apa yang dia maksudkan tidak lebih dari perasaan positif atau negatif yang dia miliki terkait sesuatu itu. Jadi, jika seseorang mengatakan 'pembunuhan adalah tidak baik, apa yang dia apa yang dia maksud adalah dia tidak menyetujui pembunuhan. Dalam konteks ini, pernya­taan dinilai benar jika orang tersebut memegang sikap yang tepat atau memi­liki perasaan yang tepat seperti yang diungkapkannya. Dengan kata lain, pernya­taan akan salah, jika ternyata orang tesebut tidak memiliki perasaan tersebut.
3.    Saya mungkin bermaksud untuk mengekspresikan perasaan saya saja
"tidak ada kompromi dengan pembunuhan". Hal ini adalah emotivisme. Emotivisme adalah pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. Hal ini seperti subjektivisme, tetapi dalam emotivisme pernyataan moral tidak memberikan informasi tentang perasaan pembicara tentang topik tetapi ungkapan perasaan itu sendiri. Ketika sebuah emotivis mengatakan "pembunuhan adalah salah" apa yang dimaksud seperti mengatakan "tidak ada kompromi pembunuhan" atau hanya  mengekspresikan wajah ngeri ketika mendengar kata "pembunuhan" dan lain-lain. Dengan kata lain, jika dilihat dari emotivisme ketika seseorang membuat penilaian moral apa yang ditunjukkan adalah  perasaan tentang sesuatu.
4.    Saya mungkin bermaksud ingin memberikan instruksi atau larangan, seperti "jangan melakukan pembunuhan". Hal ini adalah preskriptivisme. Gagasan preskriptivisme berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi. Jadi jika saya mengatakan sesuatu itu baik, artinya saya merekomendasikan kepada Anda untuk melakukannya. Sedang, jika saya mengatakan sesuatu itu buruk, apa yang saya katakan sebenarnya adalah Anda jangan melakukannya. Hampir selalu ada unsur preskriptif dalam suatu pernyataan etis. Misalnya, "menghina itu tindakan yang buruk" dapat ditulis sebagai "orang tidak boleh menghina".



Artikel ini dapat dicopy-paste atau disebarluaskan. Namun, selalu cantumkan http://darikelas.blogspot.com/ sebagai sumber artikel.
  
Jadilah seorang pembaca yang baik dengan memberi komentar setelah membaca artikel ini. Kontribusi Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan blog ini.

Terima kasih telah berkunjung ke Dari Kelas.
 
Like Facebook Page dan Follow Twitter-nya ya.
Twitter: @darikelas
Facebook: Dari Kelas

0 komentar:

Posting Komentar