JENIS-JENIS PERNYATAAN KOMPLEKS DALAM DASAR-DASAR LOGIKA


Hubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan kompleks ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak, dan, atau, jika, dan maka. Kata-kata yang menghubungkan pernyataan-pernyataan sederhana—sehingga terbentuk satu pernyataan kompleks—dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat di antara pernyataan-pernyataan sederhana itu disebut kata penghubung logis atau kata penghubung kalimat. Kata penghubung itu digunakan untuk membangun struktur logika dari pernyataan kompleks.

Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:
  1. Negasi (bukan P)
  2. Konjungsi (P dan Q), dan
  3. Disjungsi (P atau Q)
  4. Kondisional (Jika P maka Q)

Secara umum struktur logika terdiri atas empat jenis seperti yang sudah disebutkan di atas.

Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan struktur logika suatu pernyataan atau suatu argumen. Hal itu dapat terjadi karena 1) ada lebih dari satu cara untuk mengungkapkan keempat jenis pernyataan kompleks tersebut di atas, dan 2) struktur logika suatu pernyataan sering kali tersembunyi. Untuk dapat menemukan struktur logika dari pernyataan-pernyataan, kita perlu mempelajari struktur logika dari keempat pernyataan kompleks itu.


NEGASI

Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Jika A adalah suatu pernyataan, negasinya adalah “Tidak benar bahwa A”. Ini disingkat menjadi “Bukan-A” atau “Bukan (A).” Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-duanya, atau salah kedua-duanya. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu, negasi termasuk pernyataan kompleks, bukan pernyataan sederhana.

Dalam  percakapan sehari-hari, kita jarang menyatakan negasi dalam kalimat, “Tidak benar bahwa…” melainkan kita cukup menyingkatnya dengan kata tidak, misalnya:
  1. Orang jujur tidak bisa berbohong. (‘Tidak benar bahwa orang jujur bisa berbohong’.)
  2. Kamu tidak pernah mengajak saya makan-makan. (‘Tidak benar bahwa kamu mengajak saya makan-makan’.)

Perhatikan bahwa penafsiran dari contoh (2) sebenarnya agak kurang tepat. Untuk menafsirkan “Kamu tidak pernah mengajak saya jalan-jalan” diperlukan teknik logika lebih lanjut, yang akan dijelaskan kemudian.

Kata-kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata-kata saling menegasikan. Misalnya, “Brian membenci Ratih,” bukan negasi dari “Brian mencintai Ratih.” Negasi dari “Brian membenci Ratih” adalah “Brian tidak membenci Ratih”. Bisa saja terjadi bahwa Brian tidak mencintai Ratih tetapi juga tidak membenci Ratih. Umpamanya, jika Brian tidak mengenal Ratih sama sekali, atau Brian dan Ratih berteman, maka mereka tidak saling mencintai dan juga tidak saling membenci. Dengan kata lain, “Brian membenci Ratih” menunjukkan bahwa Brian mempunyai sikap negatif terhadap Ratih. Sementara itu, “Brian tidak mencintai Ratih” hanya menunjukkan bahwa Brian tidak mempunyai afeksi positif terhadap Ratih, namun itu tidak harus berarti Brian membenci Ratih. “Brian membenci Ratih” merupakan suatu pernyataan sederhana.

Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif seperti pada contoh-contoh berikut.
  1. Pikiran manusia tidak tak terbatas. (Pikiran manusia terbatas.)
  2. Jangan sekali-sekali tidak membayar pajak. (Bayarlah pajak.)


KONJUNGSI

Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah P dan Q. Komponen-komponennya (masing-masing P dan Q) disebut konjung. Sebagai contoh, pernyataan kompleks “Indonesia dan Malaysia berasaskan demokrasi” terbentuk dari dua pernyataan sederhana, masing-masing “Indonesia berasaskan demokrasi” dan “Malaysia berasaskan demokrasi”.

Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih, misalnya, “Indonesia, Malaysia dan Australia berasaskan demokrasi”. Pernyataan kompleks ini terdiri dari tiga pernyataan sederhana, yaitu “Indonesia berasaskan demokrasi”, “Malaysia berasaskan demokrasi”, dan “Australia berasaskan demokrasi”.

Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu konjungnya salah. Sebagai contoh, pernyataan “Indonesia dan Malaysia berasaskan demokrasi” benar jika dalam kenyataannya memang “Indonesia berasaskan demokrasi” dan “Malaysia berasaskan demokrasi”. Jika semua salah atau salah satu pun konjungnya salah, maka konjungsi salah. Pernyataan “Manusia dan burung adalah makhluk rasional” salah karena pernyataan “Burung adalah makhluk rasional” salah.

Ada kata lain di samping dan yang fungsinya kurang lebih sama. Perhatikanlah contoh-contoh berikut.
  1. Saya mau nasi dan daging, tetapi sayur tidak. (Saya mau nasi, dan saya mau daging, tapi saya tidak mau sayur.)
  2. Walaupun miskin, dia bahagia. (Dia miskin dan dia bahagia.)
  3. Anto datang ke rapat itu, begitu pula Yana. (Anto datang ke rapat itu dan Yana datang ke rapat itu.)
  4. Kami berhasil; namun demikian, kami menyadari kekurangan kami. (Kami berhasil, dan kami menyadari  kekurangan kami.)

Penggunaan tapi, walaupun, dan lain-lain itu mengandung arti lebih dari sekadar dan. Tetapi, secara logis, nilai kebenaran “Dia miskin dan dia bahagia” sama dengan nilai kebenaran “Walaupun dia miskin, dia bahagia”. Artinya, jika “Dia miskin dan dia bahagia” benar, maka “Walaupun dia miskin, dia bahagia” juga benar. Sebaliknya, jika “Dia miskin dan dia bahagia” salah, maka “Walaupun dia miskin, dia bahagia” juga salah.

Penggunaan kata dan kadang-kadang taksa atau ambigu (ambiguous). Contohnya, “Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton.” Pernyataan ini dapat diinterpretasikan menjadi:
  1. Joko memenangkan perlombaan maraton dan Patmo memenangkan perlombaan maraton (konjungsi), atau
  2. Pasangan Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton (pernyataan sederhana).

Untuk mengetahui interpretasi mana yang benar, digunakan konteks atau informasi lain yang tersedia. Jika kita yang menyampaikan pernyataan itu, sebaiknya kita menggunakan pernyataan yang lebih lengkap dan jelas. Meskipun ada konteks, kemungkinan salah tafsir tetap besar. Oleh sebab itu, penggunaan pernyataan yang taksa atau bertafsir ganda harus dihindari.

Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai kebenarannya, misalnya “Saya ingin makan nasi dan minum teh” dapat dibalik menjadi “Saya ingin minum teh dan makan nasi.” Kedua pernyataan ini sama saja arti dan nilai kebenarannya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, urutannya tidak dapat dibalik. Sebagai contoh, pernyataan “Made meninggal dunia dan dibakar” berbeda maknanya dengan “Made dibakar dan meninggal dunia” karena urutannya berbeda.


DISJUNGSI

Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen pernyataan kompleks, bentuk standar dari disjungsi adalah P atau Q, misalnya “Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”. Komponen-komponennya (masing-masing P dan Q) disebut disjung. Jumlah disjung dalam suatu disjungsi tidak harus dua, tetapi bisa juga lebih, misalnya, “Joko atau Padmo atau Riski yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”. Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak mempengaruhi nilai kebenarannya. A atau B secara logis ekuivalen dengan B atau A. Umpamanya, “Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” sama maknanya dengan “Padmo atau Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis”.

Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika semua disjungnya salah. Jadi, A atau B benar jika A benar, B benar, atau A dan B benar. Sedangkan A atau B salah jika A dan B salah. Disjungsi “Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” benar jika salah satu konjungnya benar, misalnya “Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis.” Disjungsi “Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” salah jika baik pernyataan “Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” maupun “Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis” salah. Penggunaan kata atau seperti ini disebut atau-inklusif.

Dalam percakapan sehari-hari, kadang-kadang kata atau digunakan sebagai atau-eksklusif, yang berarti bahwa hanya salah satu dari disjungnya yang benar, misalnya “Anto ada di Jakarta atau di Bandung” (tidak mungkin kedua disjungnya benar). Dalam teori-teori logika, yang dipakai adalah atau-inklusif. Jika dalam teori logika, kita ingin mengungkapkan  suatu  hubungan atau -eksklusif, maka  struktur  logikanya  menjadi  A atau B dan bukan (A dan B), misalnya “Anto ada di Jakarta atau dia ada di Bandung dan tidak benar bahwa dia ada di Jakarta sekaligus dia ada di Bandung”.

Perhatikan penulisan struktur logika, jika kita menggunakan bentuk negasi tanpa tanda kurung, maka hasilnya menjadi ambigu seperti ini: A atau B dan bukan -A dan B.

KONDISIONAL

Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan  jika…, maka… disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah Jika P maka Q. Pernyataan dalam anak kalimat yang mengandung kata jika disebut anteseden, dan pernyataan dalam anak kalimat yang mengandung kata maka disebut konsekuen.

Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Hal ini menyebabkan timbulnya pandangan yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya (yang dianut oleh para ahli logika formal) ialah pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan konsekuennya salah. Perhatikan pernyataan hari hujan dan tanah basah yang masing-masing benar. Menurut syarat kondisional material, hal itu berarti bahwa jika hari hujan maka tanah basah adalah benar, semrntara jika hari hujan maka tanah kering salah; jika hari cerah, maka tanah basah adalah benar, dan jika hari cerah maka tanah kering benar. Nilai kebenaran kondisional material tidak tergantung pada hubungan antara komponen-komponennya karena kondisional material tidak melihat isi dari pernyataan yang menjadi komponennya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan pernyataan kondisional untuk menggambarkan hubungan antara komponen-komponennya, misalnya jika Maulana minum alkohol 1 liter, maka ia akan mabuk untuk menunjukkan hubungan kausal;  jika binatang itu termasuk mamalia, maka dia pasti menyusui untuk menunjukkan hubungan konseptual; dan jika seseorang termasuk mahasiswa, maka dia pasti terdaftar secara resmi sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi untuk menunjukkan hubungan definisional. Kebenaran pernyataan-pernyataan itu tergantung pada hubungan antara anteseden dengan konsekuennya juga. Tetapi dari sudut pandang logika murni, maka yang dianut adalah kondisional material. Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka tidak A. Kedua bentuk ini disebut kontrapositif.

Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang menggunakan bentuk kondisional bukan untuk menggambarkan hubungan kondisional, misalnya jika saya jadi kamu, saya akan minta melamar (kamu sebaiknya melamar); di gudang ada payung, kalau kamu mau (kamu boleh ambil payung di gudang); kalau laki-laki itu kamu bilang ganteng, maka saya adalah Arjuna (laki-laki itu tidak ganteng). Untuk membedakan mana pernyataan kondisional yang sesungguhnya dan mana yang bukan, digunakan akal sehat dan ingatan tentang kenyataan-kenyataan yang dirujuk dalam pernyataan.

Ada banyak cara untuk mengungkapkan pernyataan kondisional, yang semuanya dapat dikembalikan ke bentuk standar Jika A, maka B. Kadang-kadang jika suatu bentuk kondisional yang tidak standar diterjemahkan ke bentuk standar, maka artinya berubah, misalnya “Saya senang hanya jika saya berhasil menjadi juara 1”. Jika diubah ke bentuk standar menjadi “Jika saya senang, maka saya berhasil menjadi juara 1”, maka artinya pun berubah jika kita menerjemahkan ‘Kesenangan saya menyebabkan saya menang’ke dalam bentuk kontrapositifnya menjadi “Jika saya tidak menang, maka saya tidak senang” maka artinya menjadi lebih masuk akal. Oleh sebab itu, dalam mengubah suatu bentuk kondisional menjadi bentuk standarnya, kita harus melihat apakah bentuk standar ataukah bentuk kontrapositifnya yang lebih dapat “menangkap” arti sesungguhnya dari pernyataan asalnya.

Pernyataan Kondisional dan Bentuk Standarnya
Pernyataan Kondisional
Bentuk Standar
Hanya manusia yang dapat menggunakan simbol.
Jika suatu makhluk menggunakan simbol, maka makhluk itu adalah manusia.
Jika MS, maka M.
Di mana ada api, di situ ada oksigen.
Jika ada api, maka ada oksigen.
Jika A, maka O.
Saya tidak mau pergi kecuali dibiayai.
Jika saya tidak dibiayai, saya tidak mau pergi.
Jika tidak D, tidak P.
Kamu boleh menyetir mobil hanya jika kamu sudah punya SIM A.
Jika kamu belum punya SIM A, kamu tidak boleh menyetir mobil.
Jika tidak SA, tidak MM.
Tidak mungkin kamu datang ke rapat itu tapi tidak melihat aku.
Jika kamu pergi ke rapat itu, maka kamu melihat aku.
Jika R, maka M.
Syarat untuk hidup sejahtera adalah sehat.
Jika tidak sehat, maka tidak bisa hidup sejahtera.
Jika tidak S, maka tidak S.


Pengenalan terhadap kontrapositif dari suatu pernyataan akan berguna pada saat kita berusaha mengenal struktur logika dari suatu pernyataan atau argumen yang rumit. Ada aturan informal yang mengatakan bahwa kita boleh mengganti kata kecuali dengan jika tidak. Namun karena mengandung negasi, maka kalimat yang baru bisa jadi sangat rumit. Sebagai contoh, jika kalimat “Dodo tidak akan mengaku kecuali tidak ada sanksi atas perbuatannya” kita ubah sesuai dengan aturan informal itu, maka kita akan memperoleh “Dodo tidak akan mengaku jika tidak ada sanksi atas perbuatannya”. Kemudian, kalimat yang baru itu dibalik susunannya menjadi bentuk standar,     “Jika tidak tidak ada sanksi atas perbuatannya, Dodo tidak akan mengaku”, sehingga kita memperoleh dua bentuk negasi (tidak [ada...] dan tidak [akan ...]). Jika kedua negasi itu diubah menjadi positif, maka pernyataan itu menjadi “Jika ada sanksi atas perbuatannya, Dodo tidak akan mengaku”. Demikian pula,  jika kita mau, kita dapat mengubahnya menjadi kontrapositifnya,     “Jika Dodo mengaku, maka [itu berarti] tidak ada sanksi atas perbuatannya”.

Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang Mencukupi
Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional, yaitu yang mencukupi (sufficient condition, S) dan kondisi niscaya (necessary condition, N). Hanya jika pernyataan kondisional Jika S maka N adalah benar. Contoh:
  1. Menghasilkan sperma merupakan kondisi yang mencukupi untuk membuktikan bahwa seseorang adalah laki-laki.
  2. Jenis kelamin laki-laki merupakan kondisi niscaya untuk menghasilkan sperma.
  3. Jika seseorang menghasilkan sperma, maka dia laki-laki.

Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada lima jenis hubungan itu, yang berikut ini didaftarkan beserta contohnya.

1. Kausal
  • Mencabut jantung Dul merupakan kondisi yang mencukupi untuk membunuhnya.
  • Jika kita mencabut jantung Dul, maka kita membunuhnya.

2. Konseptual
  • Kondisi niscaya untuk tergolong manusia adalah mampu menggunakan simbol.
  • (i) Jika B adalah manusia, maka dia pasti mampu menggunakan simbol.
  • (ii) Jika B tidak mampu menggunakan simbol, maka dia pasti bukan manusia.

3. Definisional
  • Kondisi niscaya dan mencukupi untuk disebut mahasiswa adalah orang yang terdaftar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.
  • Jika seseorang adalah mahasiswa, maka dia adalah orang yang terdaftar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi, dan jika ia adalah orang yang terdafatar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi maka ia adalah seorang mahasiswa. Seseorang adalah mahasiswa jika dan hanya jika dia adalah orang yang terdafatar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.

4. Regulatori
  • Lulus  Ujian Masuk Perguruan Tinggi merupakan kondisi niscaya untuk kuliah di universitas negeri.
  • (i) Jika seseorang dapat kuliah di universitas negeri secara sah, maka ia lulus  Ujian Masuk Perguruan Tinggi.
  • (ii) Jika seseorang tidak lulus  Ujian Masuk Perguruan Tinggi, maka dia tidak dapat kuliah di universitas negeri secara sah.

5. Logis
  • Menjadi kucing hitam adalah kondisi niscaya untuk berwarna hitam.
  • Jika seekor binatang adalah kucing hitam, maka warnanya hitam.

Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y, misalnya, “Makhluk hidup jika dan hanya jika bernafas”. Ini bisa dibalik menjadi, “Bernafas jika dan hanya jika makhluk hidup”. Contoh lain, “Mahkluk adalah manusia jika dan hanya jika makhluk itu adalah makhluk rasional.” Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam konteks tertentu. Umpamanya, dalam suatu ruangan yang penuh oksigen dan hidrogen, menyalakan korek api merupakan kondisi yang mencukupi untuk terjadinya ledakan, namun tidak dalam konteks lain.


Artikel ini dapat dicopy-paste atau disebarluaskan. Namun, selalu cantumkan http://darikelas.blogspot.com/ sebagai sumber artikel.
  
Jadilah seorang pembaca yang baik dengan memberi komentar setelah membaca artikel ini. Kontribusi Anda dapat membantu kami untuk mengembangkan blog ini.

Terima kasih telah berkunjung ke Dari Kelas.
 
Like Facebook Page dan Follow Twitter-nya ya.
Twitter: @darikelas
Facebook: Dari Kelas

0 komentar:

Posting Komentar